fbpx



Ada Apa dengan Facebook, Cambridge Analytica, dan Donald Trump?

By Prahariezka Arfienda   |   March 28, 2018

Beberapa hari terakhir ini, kamu mungkin sering sekali mendengar kasus Cambridge Analytica yang melibatkan Facebook dan juga menyeret nama Donald Trump. Akibat skandal tersebut, nilai saham Facebook sempat mengalami penurunan sebesar 6,8 persen. Hashtag #DeleteFacebook juga sempat ramai di media sosial.

Namun, apa itu Cambridge Analytica dan apa sebetulnya yang terjadi di balik itu?

Apa itu Cambridge Analytica?

Cambridge Analytica adalah perusahaan konsultan politik asal Inggris yang mengkombinasikan data mining, data brokerage, dan data analysis dengan strategic communication untuk proses pemilihan umum. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2013 sebagai anak perusahaan dari SCL Group.

SCL Group adalah perusahaan yang berbasis di Inggris dan menyediakan riset perilaku serta strategic communication.

Apa yang salah dari Cambridge Analytica?

Perusahaan ini mengumpulkan data dari puluhan ribu pengguna Facebook. Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Christoper Wylie, seorang mantan data scientist yang pernah ikut membantu Cambridge Analytica di masa awal berdirinya, membongkar sejumlah rahasia tentang perusahaan tersebut.

Wylie menyebutkan, data-data yang mereka kumpulkan kemudian mereka olah sedemikian rupa untuk membentuk opini publik. Proses ini dilakukan tanpa seizin pemiliki data, yakni para pemiliki akun Facebook yang menjadi korban.

Bagaimana Cambridge Analytica mengumpulkan data?

Pada tahun 2014, seorang profesor dari Universitas Cambridge yang bernama Aleksandr Kogan membuat sebuah aplikasi kuis psikologi yang terintegrasi dengan Facebook. Cambridge Analytica melihat kuis ini sebagai salah satu metode yang murah, mudah, dan cepat untuk mengumpulkan data pengguna Facebook.

Sebanyak 270 ribu orang mengikuti kuis tersebut. Tanpa sepengetahuan mereka, kuis yang bernama “thisisyourdigitallife” tersebut ternyata dapat mengakses data-data dalam profil Facebook, bahkan data orang-orang di dalam daftar pertemanan pengguna itu.

Aplikasi tersebut menarik data berupa status, like, post, daftar teman, bahkan dalam beberapa kasus, private message antar pengguna.

Dari sana, Cambridge Analytica berhasil mengumpulkan data sekitar lima puluh juta pengguna Facebook dari berbagai penjuru Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Wylie menyebutkan bahwa mereka mendapatkan data sebanyak itu dalam waktu 2 hingga tiga bulan. Mereka menghabiskan biaya sebesar USD1 juta untuk “panen” jutaan profll Facebook.

Cambridge Analytica

Apa hubungannya dengan Donald Trump?

Seperti yang tadi kita bahas di awal artikel ini, Cambridge Analytica adalah anak perusahaan SCL Group. SCL Group menyediakan layanan analisis perilaku dan strategi komunikasi, khususnya untuk politik.

Saat itu, SCL Group adalah salah satu perusahaan yang menangani kampanye Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Menurut Wylie, data-data yang didapat Cambridge Analytica djadikan sebuah alat untuk memainkan psikologi warga Amerika Serikat dan menjadi salah satu cara untuk mendoktrin mereka dalam mengambil keputusan politik.

“Pada saat itu, Cambridge Analytica tidak hanya memiliki data scientist saja, tapi juga tim kreatif. Desainer grafis, fotografer, videografer, blogger, dan lain sebagainya. Mereka menciptakan konten di internet untuk mengubah opini publik dan lain sebagainya,” ujar Wylie.

Dari situlah, para pemilih Donald Trump dan target calon pemilihnya dipengaruhi dengan serangkaian taktik psikologi untuk “mengarahkan” pilihan politis mereka.

Apakah Cambridge Analytica melakukan data breaching?

Data breaching atau pencurian akses data terjadi jika data diambil tanpa seizin pengguna. Masalahnya dalam kasus Cambridge Analytica, pengguna aplikasi memberikan profil mereka dengan sukarela (consent). Sehingga, tidak dapat dibilang pencurian juga.

Hanya saja, data tersebut disalahgunakan tanpa seizin para pengguna tersebut untuk “memanipulasi” opini mereka dan mempengaruhi kondisi psikologi mereka dalam mengambil keputusan.

Bagaimana nasib Facebook setelah ini?

Tidak bisa dipungkiri, bagi Facebok, ini adalah skandal yang melibatkan privasi, politik, dan yang paling mempengaruhi bisnis: kepercayaan publik. Nilai saham mereka sempat turun, dan citra Facebook sempat tercoreng gara-gara Cambridge Analytica.

Mark Zuckerberg telah memberikan permintaan maaf kepada publik, dan telah berkomitmen untuk meningkatkan regulasi mereka terkait privasi pengguna. Sempat ada gosip bahwa drama Cambridge Analytica ini akan menjadi penentu nasib Facebook.

Namun, perlu diingat juga bahwa jutaan advertiser banyak meraup keuntungan dari Facebook. Apabila Facebook selesai setelah ini, lalu bagaimana nasib para pengiklan dan pengguna Facebook ke depannya?

Mau lebih banyak informasi seputar data science? Subscribe ke newsletter Algoritma, yuk!